Mengenai Saya

Foto saya
Singkawang, Kalimantan Barat, Indonesia

Senin, 05 Desember 2011

Peradaban Manusia Dayak: Tradisi Telinga Panjang Yang Hampir Punah

Telinga panjang merupakan salah satu identitas suku bangsa Dayak di Kalimantan. Sub suku Dayak Iban,Kayan,Taman dan Kenyah merupakan beberapa sub suku Dayak yang memiliki tradisi telinga panjang. Diantara sekian banyak sub suku Dayak di Kalimantan, tidak semua mereka yang memiliki tradisi telinga Panjang.
Menurut asal-usulnya ratusan tahun lalu, budaya telinga panjang bukan hanya dilakukan wanita, pria juga ada yang memanjangkan telinga. Dan yang memanjangkan telinga hanya kaum bangsawan suku Dayak. “Kalau dulu hanya yang memiliki status social ataupun yang disebut bangsawan yang memanjangkan telinga,” kata Moh dengan bahasa Indonesia yang terbata-bata.
Moh pun mengaku tidak tahu kapan tepatnya suku Dayak mulai memanjangkan telinga. Dirinya hanya tahu sejak ratusan tahu lalu. “Saya pun memiliki telinga panjang ini karena orang tua yang memasangkan gelang ini sejak masih bayi,” ucap, ibu enam anak ini. Telinga panjang pada Wanita Dayak menunjukkan dia seorang bangsawan sekaligus untuk membedakan dengan perempuan yang dijadikan budak karena kalah perang atau tidak mampu membayar utang. Disamping itu telinga panjang digunakan sebagai identitas untuk menunjukkan umur seseorang. Begitu bayi lahir, ujung telinga diberi manik-manik yang cukup berat. Setiap tahun, jumlah manik-manik yang menempel di telinga bertambah satu. “Karena itu, kalau ingin mengetahui umur seseorang, bisa dilihat dari jumlah manik-manik yang menempel di telinga. Jika jumlahnya 60, maka usianya pasti 60 tahun karena pemasangan manik-manik tidak bisa dilakukan sembarangan, cuma setahun sekali,” ucap Moh lagii
Teling panjang juga memiliki makna dimana untuk melatih kesabaran. “Bayangkan saja, betapa beratnya manik-manik yang tergantung di telinga, tetapi, karena dipakai setiap hari, kesabaran dan rasa penderitaan mereka menjadi terlatih,” terangnya. Agar daun telinga menjadi panjang, biasanya daun telinga diberi pemberat berupa logam berbentuk lingkaran gelang atau berbentuk gasing ukuran kecil. Dengan pemberat ini daun telinga akan terus memanjang hingga beberapa sentimeter. Moh menuturkan, selain status social, wanita suku Dayak yang memanjangkan telinga karena dianggap cantik. “Makin panjang telinga, maka akan semakin cantiklah wanita Dayak,” terang wanita yang tak pernah mengenyam pendidikkan ini .

Telinga Panjang Hampir Punah
Hingga saat ini, sedikit sekali perempuan atau laki-laki Dayak yang memiliki telinga panjang. Kalaupun ada mereka telah berumur 60an tahun ke atas. Banyak juga diantara mereka yang sudah memiliki telinga panjang namun di potong,karena merasa malu dan takut dianggap ketinggalan jaman.
Menurut antropolog Mering Ngo, yang juga berasal dari suku Dayak, jika tato tradisional Dayak kini berkembang menjadi seni tato modern, tradisi telinga panjang justru semakin tenggelam dan ditinggalkan. Tidak ada generasi muda sekarang yang meneruskan tradisi ini, bahkan di pedalaman Kalimantan sekalipun, dengan beragam alasan.
Dikatakan Moh, mulai punahnya budaya telinga panjang, menurut cerita yang ia tahu ketika mulai masuknya para misionaris ke daerah pedalaman di perkampungan Dayak pada zaman kolonial Belanda dulu. Meski ia tak tahu persisnya kapan mulai punah, tapi rata-rata yang masih mempertahankan budaya telinga panjang adalah wanita suku Dayak yang berusia diatan 60 tahun. Sedangkan genersi sekarang sudah tidak ada. Budaya ini pun semakin terkikis habis ketika terjadi konfrontasi antara Indonesia dan Malaysia di daerah perbatasan Kalimantan.
Saat itu berkembang stigma di masyarakat, mereka yang berdaun telinga panjang dan tinggal di rumah- rumah panjang, yang dihuni beberapa keluarga, merupakan kelompok masyarakat yang tidak modern. Tidak tahan terhadap pandangan seperti itu, akhirnya beberapa warga memotong telinga panjangnya. Stigma semacam ini terus berlangsung hingga sekarang. Kalangan generasi muda Dayak tidak mau lagi membuat telinga panjang karena takut dianggap ketinggalan zaman dan tidak modern. Hanya sebagian kecil masyarakat Dayak yang masih memegang teguh tradisi berdaun telinga panjang, dan itu pun jumlahnya sangat minim.
Sumber: www.kompasiana.com

Tidak ada komentar:

Posting Komentar